18-02-2009, 10:14 PM
Saya ingin memberikan jawaban yang benar dari masalah ini.
Pertama, tipe jaringan LAA (Listrik Aliran Atas) di Indonesia adalah DC (Direct Current) atau arus satu arah. Sedangkan holec menggunakan tipe AC (Alternative Current) atau arus dua arah. Oleh karenanya, holec menggunakan Converter AC ke DC agar dapat berjalan di Jabodetabek. Namun ternyata, maintenance KRL di Indonesia memang kurang. Kondisi Converter tidak semuanya bagus. Ditambah lagi mode traksi VVVF (yang digunakan holec) mengambil arus listrik yang cukup besar (karena VVVF menghasilkan akselerasi yang baik). Itu mengapa holec sering mengalami gangguan. Pembuatan holec juga diwarnai kesalahpahaman antara INKA dan BN-Holec. BN/Holec tidak mengetahui secara pasti keadaan rel dan LAA di Indonesia, dan INKA tidak mengetahui kalau BN/Holec akan mengirimkan mesin standar Eropa yang beratnya bisa 2 kali lipat dari mesin standar Jepang (atau Indonesia). Akhirnya holec berjalan dengan berat yang berlebihan. Holec juga dikenal sebagai KRL yang sensitif (sering gangguan) karena penyebab-penyebab tadi. Masinis yang menjalankan holec harus sering menekan tombol reset dan hati-hati dalam menambah throttle (tenaga) karena jika tenaga yang diberikan berlebihan, terkadang converter terlambat merespon dan terjadi kelebihan permintaan listrik dari LAA. Jika masinis tidak segera mematikan mesin atau me-reset KRL, hal terburuk yang akan terjadi adalah keluarnya asap dari pantograph dan motor traksi dan bisa menyebabkan kebakaran (seperti holec versi 1994 yang terbakar saat menjadi KRL ekspres bisnis sekitar tahun 2000). Demikian informasi yang saya dapatkan dari beberapa kenalan pegawai, teman-teman yang ahli teknik dan pengalaman saya sendiri ketika mencoba berdinas holec. Jika ada ralat atau penambahan, silakan ditambahkan.
Pertama, tipe jaringan LAA (Listrik Aliran Atas) di Indonesia adalah DC (Direct Current) atau arus satu arah. Sedangkan holec menggunakan tipe AC (Alternative Current) atau arus dua arah. Oleh karenanya, holec menggunakan Converter AC ke DC agar dapat berjalan di Jabodetabek. Namun ternyata, maintenance KRL di Indonesia memang kurang. Kondisi Converter tidak semuanya bagus. Ditambah lagi mode traksi VVVF (yang digunakan holec) mengambil arus listrik yang cukup besar (karena VVVF menghasilkan akselerasi yang baik). Itu mengapa holec sering mengalami gangguan. Pembuatan holec juga diwarnai kesalahpahaman antara INKA dan BN-Holec. BN/Holec tidak mengetahui secara pasti keadaan rel dan LAA di Indonesia, dan INKA tidak mengetahui kalau BN/Holec akan mengirimkan mesin standar Eropa yang beratnya bisa 2 kali lipat dari mesin standar Jepang (atau Indonesia). Akhirnya holec berjalan dengan berat yang berlebihan. Holec juga dikenal sebagai KRL yang sensitif (sering gangguan) karena penyebab-penyebab tadi. Masinis yang menjalankan holec harus sering menekan tombol reset dan hati-hati dalam menambah throttle (tenaga) karena jika tenaga yang diberikan berlebihan, terkadang converter terlambat merespon dan terjadi kelebihan permintaan listrik dari LAA. Jika masinis tidak segera mematikan mesin atau me-reset KRL, hal terburuk yang akan terjadi adalah keluarnya asap dari pantograph dan motor traksi dan bisa menyebabkan kebakaran (seperti holec versi 1994 yang terbakar saat menjadi KRL ekspres bisnis sekitar tahun 2000). Demikian informasi yang saya dapatkan dari beberapa kenalan pegawai, teman-teman yang ahli teknik dan pengalaman saya sendiri ketika mencoba berdinas holec. Jika ada ralat atau penambahan, silakan ditambahkan.
Ketika aku merasa umurku tidak panjang lagi.. Sekarang pun aku dilarang pegang throttle lagi.. Peristiwa itu telah merenggut sebagian dari badanku..
Kumaha ieu teh.. Abdi ngarasa rek tilar dunya..
Kumaha ieu teh.. Abdi ngarasa rek tilar dunya..