Thread Rating:
  • 1 Vote(s) - 5 Average
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
Bima

Ada masalah kah dengan rangkaian aslinya ?Bingung
[/quote]

saya sendiri juga penasaran, tapi saya yakin ga salah soalnya lok yg dipake dalam posisi SH dan sempet papasan sama KA 39 Taksaka (ga tau apakah ini campur sama Lawu atau kaga) dan 15 menit kemudian KA 32 berangkat GMR dengan rangkaian normalnya, pesawat ML.. yg saya tau mestinya KA 7 masuk GMR jam 4 lewat sedikit kalo ga salah, masak buat ngelangsir aja butuh waktu lumayan lama, padahal mestinya cepet karena udah ditunggu sama rangkaian Bima + Gopar + Gojat

(catatan: saya melihat rangkaian dengan M1 0 95 01 yg bersilang sama KA 39 itu di deket Cikini, ngeliat KA 32 di parkiran GMR)

[/spoiler]
Ada masalah kah dengan rangkaian aslinya ?Bingung
[/quote]

Lho jadi yg saya ambil ini rangkaian apa Yah ?

Quote:
[/quote]

nah saya malah tambah bingung pak..
bapak ngeliat seluruh rangkaiannya tidak??
[/quote]

yg gw ngerti si itu salah 1 tukeran rangkaian efek PLH yg ada di BMA & BTG
dwippangga & taksaka telat akhirnya jalan pake rangkaian bima, anggrek telat akhirnya pake rangkaian sembrani & sembrani pake rangkaian dwipangga, sejauh yg gw tau bgitu & tuker2an rangkaian di SBI ma SGU keadaan kacau bgini pasti terkait satu sama lennya, karna mank tukeran rangkaiannya cukup lama.
Reply
Mohon maaf kalo postingan ini sudah ada sebelumnya.

Cerita tentang KA. BIMA dari

Mas Bagus Adventure

Minggu, 21 Maret 2010
Kereta Api Express Malam Bima


[spoiler=Foto 1][/spoiler]

Kereta Api Bima adalah kereta api ekspress malam eksekutif ber-AC yang melayani rute Jakarta (Gambir) hingga Surabaya (Gubeng), melalui Cirebon, Purwokerto, Yogyakarta, Solo dan Madiun.

Kereta api Bima ini sendiri mulai beroperasi pada tanggal 1 Juni 1967, dan terdiri dari 2 rangkaian, yaitu Bima I dan Bima II. Mereka menggunakan gerbong tidur berwarna biru buatan Gorlitz Waggenbau, Jerman Timur, tahun 1967.

Kereta api ini awalnya merupakan sebuah kereta api tidur, dan merupakan salah satu KA ber-AC pertama yang operasional di Indonesia. KA ini adalah kereta api pertama yang diperlengkapi dengan gerbong pembangkit. Namun pada tahun 1984, kereta api ini berganti menjadi kereta api eksekutif, dengan mengganti rangkaian gerbong tidur dengan gerbong tempat duduk. Walaupun begitu di tiap rangkaiannya masih ada dua gerbong tidur kelas 2 yang beroperasi hingga tahun 1990, sebelum diganti gerbong tidur kuset.

Kereta api Bima menjadi kereta api eksekutif penuh di tahun 1995, sewaktu gerbong kusetnya dihapus. Hingga kini kereta api Bima masih beroperasi dengan konfigurasi ini.

DESAIN KERETA

[spoiler=Foto 2][/spoiler]

Pada masanya, KA Bima dipandang cukup revolusioner. Kereta api ini adalah kereta pertama yang menggunakan gerbong pembangkit untuk sumber tenaga listrik. Selain itu KA Bima adalah KA pertama yang menggunakan sistem AC berfreon yang umum dipakai sekarang. Namun tidak seperti sekarang, waktu itu AC terletak di bawah gerbong, dan udara dingin dialirkan ke kabin penumpang melalui jaringan pipa di dalam gerbong. Ciri khas dari sistem AC ini adalah deretan tonjolan bulat di atap gerbong. Bahkan ruang istirahat di gerbong pembangkit juga dilengkapi dengan AC.

Rangkaian kereta api Bima terdiri dari gerbong tidur kelas 1 (SAGW) dan gerbong tidur kelas 2 (SBGW), serta gerbong pembangkit dan bagasi.

Gerbong kelas 1 terdiri dari kabin-kabin yang tempat tidurnya sejajar mengikuti arah kereta. Sedangkan gerbong kelas 2 tempat tidurnya posisinya melintang terhadap arah kereta. Harga tiket penumpang sudah termasuk makan malam dan sarapan, yang disajikan di kereta makan (tidak seperti sekarang yang disajikan langsung di tempat duduk).

FASILITAS KARYAWAN

Karyawan yang bertugas di kereta api Bima juga memperoleh kemewahan yang tak dijumpai pada kereta api eksekutif pada saat ini. Jika dibandingkan dengan saat ini, operator gerbong pembangkit (DPPW) saat itu memperoleh kenyamanan ekstra karena kompartemen di gerbong pembangkit dibuat kedap suara, serta diperlengkapi dengan AC

[spoiler=Foto 3. Interior kompartemen gerbong pembangkit Bima tahun 1967. Perhatikan lubang AC di langit-langit.(dok PJKA) ][/spoiler]

Pada jaman dulu, petugas gerbong pembangkit berisitirahat di ruangan ber-AC yang kedap suara. Bandingkan dengan petugas BP jaman sekarang yang ruang isitrahatnya tidak ber-AC dan bising, sehingga kadang mereka “mengungsi” ke kereta makan atau gerbong penumpang.

[spoiler=Foto 4. Tempat cuci piring gerbong makan. Perhatikan panel Public Announcer di atas. (dok PJKA).][/spoiler]

Selain itu, petugas restorasi juga mendapatkan tempat kerja yang sangat nyaman. Bahkan dapurnya sekalipun juga diperlengkapi dengan panel kayu! Fasilitas kerja karyawan restorasi juga diperlengkapi dengan sistem panel elektronik untuk membantu kerja pelayanan penumpang.

KERETA MAKAN (FW).

[spoiler=Foto 5. Eksterior kereta makan Bima, di agenda PJKA tahun 1978.][/spoiler]

Setiap rangkaian KA Bima selalu membawa satu gerbong makan (FW). Gerbong makan ini biasanya ditaruh di tengah rangkaian kereta api. Namun pada tahun 1960an hingga tahun 1980an, gerbong makan ini bisa ditaruh di ujung rangkaian (bisa di depan atau belakang rangkaian).

Gerbong makannya terdiri dari dapur, serta ruang makan yang menyerupai restoran, dimana penumpang duduk di meja untuk 4 orang.

Jika dibandingkan dengan gerbong makan di KA eksekutif lainnya pada saat itu (Mutiara Utara) gerbong makan KA Bima tidak mempunyai banyak perbedaan, mengingat keduanya berasal dari pabrik yang sama.

[spoiler=Foto 6. Interior kereta makan KA Bima tahun 1972 (dok PJKA)][/spoiler]
[spoiler=Foto 7][/spoiler]

Pada masanya, makanan yang disajikan diatas kereta terhitung istimewa. Walaupun sudah termasuk tuslah (termasuk harga tiket), tetapi menu makanannya bervariasi, dan porsinya besar. Itu bisa berupa bistik, nasi rames, nasi goreng, lengkap dengan makanan penutupnya yang umumnya berupa puding. Selain itu kualitas makanannya cukup bersaing dengan yang umumnya disajikan di hotel berbintang.

Makanan bisa disajikan secara a la carté, dimana makanan disajikan kepada penumpang yang duduk di meja, atau disajikan secara prasmanan (buffet), dimana makanan disajikan di salah satu meja di sudut kereta makan, dan penumpang tinggal mengambil sendiri makanannya.

KERETA TIDUR KELAS 2 (SBGW)

[spoiler=Foto 8. Eksterior kereta kelas 2, di agenda PJKA tahun 1978.][/spoiler]

Bagi penumpang yang ingin menikmati kenyamanan kereta api Bima dengan tarif paling murah, mereka biasanya naik kereta tidur kelas 2. Walaupun kelas 2, tetapi kenyamanannya masih setara dengan yang kelas 1. Tidak seperti kereta sekarang, dimana kenyamanan antara kelas 1 (“Eksekutif”) dengan kelas 2 (“Bisnis”) berbeda jauh.

[spoiler=Foto 9.][/spoiler]

Kabinnya sendiri posisinya berada di samping, dan di sisi lain terdapat gang yang digunakan sebagai jalan lewat penumpang dan petugas. Di satu sisi gang terdapat jendela-jendela, dan di sisi lain adalah pintu geser masuk ke dalam kamar penumpang. Di bawah jendela terdapat asbak rokok, karena merokok di dalam kabin ber-AC pada dasarnya dilarang.

Yang menjadi ciri khas dari kereta tidur kelas 2 di gerbong SBGW adalah konfigurasi susunan tempat tidurnya. Posisi tempat tidurnya melintang terhadap arah perjalanan. Semua tempat tidur itu berada dalam kabin-kabin, dimana tiap kamar terdiri dari 3 tempat tidur yang posisinya bertingkat dan bersebelahan.

Pada awal-awal perjalanan, biasanya tempat tidurnya selalu pada posisi dilipat. Dan penumpang duduk di kursi layaknya di kereta biasa. Hanya saja mereka berada di dalam kabin sendiri.

Saat makan tiba, para penumpang akan dipanggil untuk datang ke gerbong restorasi untuk makan. Biasanya panggilannya digilir per gerbong, karena batas kapasitas. Pada saat penumpang menikmati sajian makan malam, para petugas restorasi sibuk melipat kursi, dan mengubahnya menjadi tempat tidur. Selain itu mereka juga memasang dan merapikan selimut di tempat tidur. Setelah selesai makan, para penumpang kembali ke kamar masing-masing dan langsung tidur.

KERETA TIDUR KELAS 1 (SAGW)

[spoiler=Foto 10. Eksterior kereta kelas 1, di agenda PJKA tahun 1978.][/spoiler]

Gerbong tidur kelas 1 (SAGW) adalah gerbong tidur kelas eksekutif yang diperuntukkan untuk penumpang yang membayar tiket paling mahal. Para penumpang tidur di kamar luas yang diisi hanya oleh 2 orang.

[spoiler=Foto 11.][/spoiler]

Konfigurasi interior gerbong ini berbeda dengan yang di kelas 2, dimana kamar-kamarnya terletak di kedua sisi gerbong, karena posisi tempat tidurnya yang searah dengan arah perjalanan kereta. Mengingat ruangan gerbong yang terbatas, namun masih diperlukan ruangan untuk berdiri di dalam kamar, maka tiap kamar penumpang berbentuk trapesium. Konsekuensinya, gang di tengah gerbong bentuknya berkelok-kelok.

Masing-masing kamar terdiri dari 2 tempat tidur yang posisinya bertingkat. Pada saat awal perjalanan, tempat tidurnya dalam posisi terlipat, dan sebagai gantinya penumpang duduk di kursi secara berhadapan. Di sebelahnya terdapat wastafel cuci tangan yang bisa dilipat, serta tempat untuk menyimpan botol air minum mineral untuk penumpang. Selain juga terdapat lemari untuk menyimpan pakaian.

[spoiler=Foto 12][/spoiler]

Dan di tengah perjalanan, para penumpang akan diundang untuk makan malam di gerbong restorasi. Pada saat yang sama, petugas restorasi sibuk melipat kursi dan merubahnya menjadi tempat tidur. Seusai makan, para penumpang bisa kembali ke kamar masing-masing untuk tidur.
[spoiler=Foto 13][/spoiler]

Apalagi karena posisi tempat tidur yang searah dengan arah kereta, maka tidur di gerbong SAGW rasanya seperti tidur di ranjang buaian bayi.

SEJARAH OPERASIONAL

[spoiler=Foto 14. CC201 32 menarik KA Bima melewati daerah Gayung Kebonsari , Surabaya, tahun 1983. Daerah ini sekarang padat, dan tertutup jembatan tol. (dok. Susanto Tjokro).][/spoiler]

KA TIDUR

Awalnya kereta api Bima berjalan melewati rute kereta api pendahulunya: Bintang Sendja. Jadi dari Jakarta dan Cirebon, kereta lewat Semarang. Kemudian menuju Kedungjati dan Solo (Jebres), serta Madiun dan Jombang, hingga Surabaya. Tapi beberapa minggu kemudian, rutenya dirubah melewati Purwokerto dan Yogyakarta hingga sekarang.

[spoiler=Foto 15][/spoiler]

Antara dekade 1960an hingga awal tahun 1980an, kereta api Bima beroperasi dengan konfigurasi standard terdiri dari 2 gerbong SAGW, 2 gerbong SBGW, 1 gerbong FW, 1 gerbong DPPW, serta satu gerbong bagasi.

Karena statusnya yang merupakan KA unggulan pada saat itu, dan merupakan satu dari 2 KA eksekutif AC pertama yang dioperasikan di Indonesia, maka menaiki kereta api ini adalah sebuah prestise. Apa lagi rutenya yang melewati kota-kota besar di pulau Jawa membuatnya menjadi KA yang populer, serta merupakan icon perkereta apian pada saat itu. Bisa dibilang, pada masa jayanya, ada kebanggaan tersendiri bagi seseorang jika menaiki kereta api Bima.

Apalagi pada masa itu moda transportasi lain, seperti bus atau pesawat terbang tidak bisa menyamai kenyamanan yang ditawarkan kereta api Bima. Hal ini karena para pengguna jasa kereta api Bima bisa menikmati pelayanan seperti hotel berbintang selama perjalanan. Dengan begitu mereka bisa menghemat biaya akomodasi dan transportasi secara sekaligus!

KA Bima pada periode itu sering menghiasi media, dan selama beberapa kali menjadi latar setting beberapa film.

MENJADI KA EKSEKUTIF

[spoiler=Foto 16][/spoiler]

Sayangnya, pengguna jasa kereta api tidak lama menikmati kenyamanan seperti ini. Walaupun okupansi dan keuntungan operasionalnya memuaskan, akhirnya kelas tidur KA Bima dihapus lebih karena alasan sosial daripada teknis ataupun finansial. Dan akhirnya PJKA secara tergesa-gesa memesan 2 rangkaian gerbong eksekutif buatan Arad, Rumania, untuk mengganti gerbong SAGW. Tidak seperti gerbong buatan Gorlitz, gerbong ini adalah gerbong tempat duduk. Oleh karena itu kenyamanannya berbeda dengan kereta tidur.

Rangkaian gerbong pengganti ini operasional tahun 1984. Semenjak tahun itu, KA bima berubah menjadi kereta duduk Kelas 1. Walaupun biasanya di tiap rangkaian masih ada 1 atau 2 gerbong tidur SBGW yang asli dari tahun 1967. Sedangkan sisa gerbong tidur lainnya sempat dipakai sebentar di KA ekspress lainnya, seperti Mutiara Utara, Senja atau Mutiara Selatan sebelum diistirahatkan. Tiga diantaranya dikonversi menjadi gerbong kenegaraan, yang kemudian diberi nama “Nusantara”, “Bali”, dan “Toraja”. “Nusantara” adalah gerbong resmi Kepresidenan.

Mereka dikombinasikan dengan sisa gerbong SBGW. Dan selama periode itu, pelayanan KA Bima perlahan berkurang. Dimulai dengan berkurangnya kualitas makanan tuslah, diikuti dengan menurunnya kualitas gerbong dan AC-nya. Apalagi gerbong K1-847xx ini ternyata dinilai sebagai gerbong eksekutif terburuk yang pernah dimiliki PT KA. Penulis sendiri pernah naik gerbong ini pada tahun 1987 silam, dan kondisinya waktu itu sudah cukup jelek.

Kereta Api Bima berjalan dengan formasi kombinasi K1 dan SBGW selama pertengahan hingga akhir tahun 1980an. Walaupun sebagian fasilitas kenyamanan KA Bima masih ada, tapi mayoritas penumpang tidak bisa tidur senyenyak seperti di KA Bima yang dulu.

Dan pada tahun 1990, gerbong tidur SBGW berhenti geroperasi. Gerbong-gerbong SAGW dan SBGW kemudian dirubah menjadi gerbong kelas 1 jenis K1-67xxx, dengan menghilangkan sekat-sekat kamar dan tempat tidur, serta menggantinya dengan tempat duduk.

[spoiler=Foto 17. Gerbong kuset di tahun 1993. (dok Lee Tjeng Tjiao).][/spoiler]

Peran gerbong SBGW (yang di tahun 1985 kodenya diganti menjadi KT-677xx) digantikan oleh gerbong kuset. Gerbong kuset ini mirip SBGW, hanya satu kamarnya terdiri dari 4 tempat tidur yang paten dan tidak bisa dilipat. Tidak seperti gerbong tidur Bima sebelumnya yang dari pabriknya merupakan gerbong tidur, gerbong kuset ini merupakan modifikasi gerbong ekonomi buatan Nippon Sharyo tahun 1964, dengan menambahkan AC, sekat ruangan, dan mengganti tempat duduknya dengan tempat tidur yang paten.

Walaupun gerbong Kuset sempat mengganti SBGW, namun kebijakan Perumka tahun 1995 yang lebih mengejar jumlah okupansi (daripada kualitas pelayanan) akhirnya membuat KA Bima menjadi KA eksekutif biasa. Dan semenjak itu era kereta tidur di Indonesia telah berakhir.

[spoiler=Foto 18. Gerbong K1-67501 adalah contoh bekas gerbong tidur KA Bima (eks SBGW) yang dirubah menjadi kereta duduk eksekutif. Gerbong ini menjadi gerbong Sembrani New Image, dan konfigurasi jendelanya yang khas diganti pada tahun 2007.][/spoiler]
REGENERASI KA BIMA.

Tahun 1995, lahirlah kereta Argo generasi pertama, yaitu Argo Bromo dan Argo Gede. Keberadaan kereta-kereta ini otomatis menggeser posisi KA Bima dari posisi puncak kereta unggulan. Para pengguna kereta api waktu itu lebih tertarik untuk menggunakan KA Argo karena waktu tempuhnya yang lebih cepat. Dan kondisi gerbongnya yang masih baru membuatnya terasa lebih nyaman dari KA Bima.

[spoiler=Foto 19][/spoiler]

Kereta api Argo Bromo ini rutenya melewati pantai utara pulau Jawa, melewati rute yang sama dengan KA Mutiara Utara (yang digantikannya), yaitu Jakarta (Gambir), Cirebon, Semarang, sampai Surabaya (Pasar Turi). Jarak tempuh ini jauh lebih pendek jika dibandingkan dengan KA Bima yang harus memutar lewat selatan pulau Jawa, termasuk melewati rute pegunungan di sekitar Purwokerto.

Faktor lainnya yang membuat KA Argo Bromo lebih cepat dari Bima adalah penguatan bantalan dan rel di pantai utara Jawa (yang dulunya memiliki tekanan gandar rendah karena sebagian merupakan bekas jalur trem), sehingga memungkinkan KA yang ditarik lokomotif besar melaju dengan kecepatan hingga 120 km/jam.

Selama beberapa tahun, keberadaan kereta api Bima seakan-akan seperti terlupakan. Dan walaupun krisis moneter sempat membuat banyak orang naik kereta api, tapi pilihan mereka adalah kereta ekspress di jalur utara pulau Jawa, seperti Argo Bromo atau Sembrani. Perjalanannya yang lama dan jauh membuat orang kurang tertarik naik KA Bima.

[spoiler=Foto 20. Interior dalam gerbong Argo Bromo, yang kemudian menjadi gerbong Bima, di tahun 1995. (dok Perumka).][/spoiler]

Tapi kemunculan KA Argo Bromo Anggrek pada tahun 1997 menyebabkan gerbong Argo Bromo generasi pertama menjadi surplus. Akhirnya rangkaian KA Argo Bromo tersebut kemudian dialihkan untuk KA Bima.

Walaupun begitu, gerbong-gerbong ini terkadang bisa dipakai untuk jalur utara lagi, jika gerbong Anggreknya mengalami masalah. Hal ini terjadi karena pada saat itu jumlah rangkaian Anggrek masih terbatas, serta kerjanya berlebihan. Hal ini menyebabkan gerbong Argo Anggrek mudah rusak.

Tapi kedatangan rangkaian Argo Anggrek tambahan pada tahun 2001 akhirnya membuat rangkaian Argo Bromo pertama dipakai seterusnya untuk kereta api Bima.

VARIASI LOKOMOTIF

Selain itu lokomotif yang dipakai untuk menarik kereta api Bima adalah lokomotif unggulan pada masanya, seperti lok BB200, BB201, dan CC200.

Bagi sebagian besar orang, lok BB301 adalah lok yang identik dengan tahun-tahun awal operasi kereta api Bima. Walaupun pada tahun 1977 muncul lokomotif CC201 yang juga dipakai untuk menarik KA Bima, tapi BB301 paling sering dipakai untuk KA ini.

[spoiler=Foto 21. BB301 08 menarik KA Bima memasuki stasiun Wonokromo di tahun 1960an. (foto dok. Harriman Widiarto).][/spoiler]

Seiring dengan menurunnya kemampuan lok diesel ini, maka sejak tahun 1990, lokomotif CC201 menggeser kedudukannya sebagai loko favorit untuk KA Bima.

[spoiler=Foto 22. CC201 11 (sekarang CC204 02) menarik KA Bima melewati Gayung Kebonsari, Surabaya, tahun 1983. Daerah ini sekarang padat perumahan. (foto dok. Susanto Tjokro).][/spoiler]

Kejayaan lokomotif CC201 sendiri berakhir, seiring dengan kedatangan lokomotif CC203 pada tahun 1995. Lokomotif ini kini menjadi lokomotif andalan penarik KA Bima.

[spoiler=Foto 23. CC203 08 melewati rangkaian KA Bima yang menggunakan bekas rangkaian KA Argo Bromo, di stasiun Surabaya Gubeng, tahun 1998. ][/spoiler]

Penutup:
Ucapan terima kasih saya ucapkan sebesar-besarnya kepada para pihak yang telah membantu terlaksananya artikel ini:

-PT KA Persero (d/h: PJKA).
-Harriman Widiarto.
-Lee Tjeng Tjiao.
-Susanto Tjokro.
-http://trains-worldexpresses.com/
-Milis keretapi.
Semoga suatu hari nanti PT. KA berkenan merestorasi KA. BIMA seperti di awal2 pengoperasiannya. AMIN

Murtini

Lahir: Purwokerto, 12 Desember 1950
Wafat: Jakarta, 17 Juli 2012

Selamat jalan mama. Kelak kita akan bertemu kembali.

Semboyan 40, 41, mama aman berangkat.
Reply
KA 34 Masih berhenti Nomal di Jati barang ga sih? Bingung
Reply

masih
naekin penumpang & jual ticket koq di JTB
Reply

masih
naekin penumpang & jual ticket koq di JTB
[/quote]

kayaknya ka exa jarak jauh yg berhenti di JTB cuma si Bima ini aja y? tapi kenapa cuma 34 aja yg berhenti y? si 33 malah bablas. emang banyak penumpang yg naek dari JTB ini?
Reply

masih
naekin penumpang & jual ticket koq di JTB
[/quote]

kayaknya ka exa jarak jauh yg berhenti di JTB cuma si Bima ini aja y? tapi kenapa cuma 34 aja yg berhenti y? si 33 malah bablas. emang banyak penumpang yg naek dari JTB ini?
[/quote]

Yup, emang cuma Bima aja.
Jadwal berangkat di JTB pukul 19.18. Tarifnya menggunakan tarif batas tengah.
My Facebook =

Nama akun baru dari CC203 35

Reply

masih
naekin penumpang & jual ticket koq di JTB
[/quote]

kayaknya ka exa jarak jauh yg berhenti di JTB cuma si Bima ini aja y? tapi kenapa cuma 34 aja yg berhenti y? si 33 malah bablas. emang banyak penumpang yg naek dari JTB ini?
[/quote]

Yup, emang cuma Bima aja.
Jadwal berangkat di JTB pukul 19.18. Tarifnya menggunakan tarif batas tengah.
[/quote]

okupansi dari JTB kalo yg gw tau si cukup lah, minimal 10 orang ada, soalnya JTB kan termasuknya pertemuan arus & kabupaten yg termasuk niaga nya berkembang, penumpang sana juga brani buat bayar harga
tapi alesan kenapa KA 33 nya ga brenti normal sana kalo yg pernah gw denger si rawan kambing & merugikan masi subuh2 bgitu,soalnya KP biasa uda ga mau check ticket lagi lepas petak YK-PWT kalo yg gw tau. slaen itu juga dari pendapet gw si itu termasuk akal2an PT. Kereta Api Indonesia (Persero) juga, supaya penumpang KA 33 yg tujuan benernya di JTB & HGL turun di CN & sambung beli ticket KA 61 cirex pertama supaya okupansi 61 itu ga abis gt aja sama KA 15, meskipun cuma setengah harga tapi lumayan buat isi bangku2 kosong yg dari CN sampe JTB atau HGL, itulah knapa KA 61 berenti normal HGL juga
terlebih dari sisi KA 33 nya sendiri (walopun faktanya dulu sering blb naekin mbek) ga efisien juga kalo harus brenti normal di JTB nurunin penumpang sementara traffic jam sgitu ke DAOP I masi padet depan blakang dia, apalagi track DT
Reply

kalo gitu kesian penumpang yang pergi pake 34 pulang pake 33. apa maksudnya JTB tuh mau di buat seperti JNG dan WO? hanya untuk mengakomodir pnp agar tak perlu jauh2 ke CN dulu?
Reply

kalo gitu kesian penumpang yang pergi pake 34 pulang pake 33. apa maksudnya JTB tuh mau di buat seperti JNG dan WO? hanya untuk mengakomodir pnp agar tak perlu jauh2 ke CN dulu?
[/quote]

Mikir Dulu
hhmmm...
mungkin iya, tapi sejauh ini ga bgitu bisa dibilang juga si
secara skarang yg brenti noraml JTB cuma baru smua cirex, 3 argo jati, fajar YK, matarmaja, TG arum, KA 33, 116 & 118
baru itu doank si, jadi kalo gw bilang masi pilihan doank
Reply
Bagaimana kondisi rangkaian KA Bima,dibandingkan dgn Bangunkarta? soalnya semesteran mau naik salah satu dari keduanya.
Fanboys are people who are willing to defend and promote the object of their affection. They are rarely objective and disregard facts that contradict their opinions.
BB: 55FFFBE5
Reply


Forum Jump:


Users browsing this thread: 1 Guest(s)