27-04-2010, 07:37 AM
(This post was last modified: 27-04-2010, 07:43 AM by Arya_Kerenzz.)
Uploaded with
YANG DI GARIS MERAH ITU KAYAKNYA?
Quote:Penjelasan Resmi Matinya jalur KA Palbapang-Sewugalur dan Yogya-Kotagede-Pundong
PENJELASAN UMUM
Pembuatan jalan kereta api dari Daerah Swatantra II Kotapraja Yogyakarta menuju ke Pundong, demikian juga dari Palbapang menuju ke Sewugalur, yang diadakan pada waktu jaman Pemerintah Belanda, mempunyai tujuan yang pokok untuk melancarkan/mempermudahkan pengangkutan gula, hasil produksi dari pabrik gula Pundong dan sekitarnya serta Sewugalur dan pabrik-pabrik gula yang berdekatan.
Malaise dalam tahun 1931 sampai dengan 1935 yang merajalela diseluruh dunia dan melumpuhkan economish-conjunctur, menggoncangkan juga nasib perusahaan-perusahaan pertanian asing yang ada didalam Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga sebagian dari mereka tidak sanggup lagi meneruskan usahanya, diantaranya pabrik gula Sewugalur dan Pundong, terbukti mereka menyerahkan kembali "hak conversienja" baik sebagian maupun seluruhnya. Akibatnya dari keadaan ini, lalu lintas melalui kereta api tersebut mengalami kesepian juga.
Disusul dengan pembongkaran ril-ril yang letaknya diatas tanda-tanda jalan kereta api tersebut yang terjadi pada waktu jaman pendudukan tentara Jepang dalam tahun 1943/1944 berakhirlah sudah nasib jalan kereta api jurusan Kota Yogyakarta - Pundong dan Palbapang - Sewugalur.
Kemudian pada waktu penduduk tentara Belanda (clash II) tahun 1948/1949 tanah-tanah yang semula dipergunakan untuk jalan kereta api termaksud diubah sifatnya oleh rakyat untuk merintangi perjalanan tentara Belanda yang akan menuju kepelosok-pelosok , bahkan gedung-gedung/bangunan yang dulu dipergunakan sebagai halte/stasiun turut serta dihancurkan juga diratakan dengan tanah.
Sampai ini tanah-tanah termaksud sebagian besar telah dikerjakan oleh rakyat, baik sebagai tanah pertanian (sawah/tegalan) ataupun pekarangan yang kecil-kecil atau jalan umum sehingga telah
berubah sama sekali wujudnya, jika seandainya tanah-tanah tersebut dibiarkan begiti saja teranglah sesuai dengan yang tidak dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dan pasal 38 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara yang menyatakan :
"Seorangpun tidak boleh dirampas miliknya dengan semena-mena" dan "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat"
Tetapi jika dipergunakan untuk mendirikan bangunan bagi salah satu instansi Pemerintah luasnya tidak cukup, karena hanya selebar 3 sampai dengan 4 m, sedang panjangnya sampai beberapa km.
Bagi Pemerintah bila akan dipergunakannya, hanya untuk keperluan melebarkan jalan besar yang berbatasan saja, padahal tidak seluruhnya berbatasan dengan jalan Pemerintah dan hanya dibekas-bekas emplasemen stasiun/halte kemungkinan dapat dipergunakan untuk pembangunan-pembangunan. Untuk mengambil tindakan yang bijaksana tidak ada lain jalan kecuali Pemerintah memberikan hak-haknya atas tanah itu kepada rakyat yang berkepentingan (pemilik tanah yang tercatat didalam letter C atau gandok yang sah/buku register tanah pada kantor Pendaftaran Tanah Daerah Swatantra II Kotapraja Yogyakarta yang berbatasan dengan bekas jalan kereta api atau orang-orang yang menurut kenyataan sebelum tanggal 27 April 1955 mengerjakan tanah itu, atau secara penggarapan saja, dengan perkecualian yang dapat ditentukan oleh Pemerintah.
Status dari tanah telah cukup jelas ialah merupakan jalan merupakan tanah Pemerintah yang bebas, karena berdasar historie dulu diberikan dengan hak pakai kepada N.I.S satu anatra lain menurut surat Pepatih Dalem tanggal 5 Nopember 1893 kepada Residen Yogyakarta, atas perintah S.P Sultan, kutipan dari surat tersebut antara lain berbunyi seperti dibawah ini :" stoomtramweg, zoowel voor de Iijin zelf, als voor de uitwijkplaatsen, emplacementen en zijsperen ....dan seterusnya (jalan stoomtram, baik untuk jalan sepur yang pokok, maupun untuk tempat persimpangan, emplasemen dan jalan cabang sepur .... dan seterusnya), dengan ketentuan jika tidak dipergunakan lagi
untuk keperluan itu harus diserahkan kembali kepada S.P Sultan (sekarang Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta) tidak dengan kerugian suatupun.